Untuk kawanku Budi Atman simanusia Uranium yang ledakannya abadi Tetikus di layar monitor berkedip kedip, tetapi mata yang mengamatinya tak pernah berkedip sekalipun. Hatinya kalut, berdebar-debar, ia cemas. Sesekali menggigit bibir, telapak tangannya basah. Resah, ia menjambak rambutnya sendiri. Ia menghembuskan nafas yang berat. Ia bingung menulis kata pertama untuk membalas surel itu, mahasiswa psikologi itu akhirnya menutup laptopnya dengan kasar. Mengurungkan membalas surel itu. Mengunci pintu dan membenamkan wajahnya kebantal, berharap itu hanya sekedar mimpi disiang bolong lalu bangun dengan keadaan yang tak terjadi apa-apa. M.H. Sobirin kawan semenjak kejadian tragis itu, kini ia merubah segala penampilannya, ditanggalkan kemeja corak buruknya, minyak wangi yang bau tujuh rupa memusingkan kepala, celana yang berfungsi sebagai sapu pun tak ada. Semuanya dihibahkan. Berganti dengan Sobirin yang kekinian. Kaos berkerah, celana jeans lazimnya pemuda
Berisi Puisi dan Kisah yang ditulis sendiri. Kadang juga menyatut puisi karangan orang lain.