Skip to main content

Posts

Showing posts from April, 2015

Puisi : Demi Hari Yang Suram

Hari yang suram Demi malaikat yang berkabung ditujuh lapis angkasa Menabur kidung pedih yang menyayat hati, merobek telinga Ku menangis bersusaha menggenggam bayanganmu yang sirna dibunuh cahaya Demi kata kematian yang kejam Yang meninggalkan setapak suram Kupanjatkan doa penuh nestapa Diiringi lonceng yang sudah tua Kuakhiri kematian metafora dengan menjemput kematian sesungguhnya Demi Kayu yang jadi bisu karena api yang menjadikannya abu Kepergian dan pengkhianatan adalah terkeji dalam dunia Ketika ia berkata Aku punya kekasih lain secerah bintang senja Atau Aku tak bisa menerima karena kau terlalu baik untukku – Terlalu buruk memang ia pelacur disudut gereja Hari Yang suram Hari yang baik untuk pulang Dipeluk tangan yang Maha terkasih Kuteguk racun semesta Luruh dagingku, kering darahku, susut tulangku Karena Kepergian dan pengkhianatan adalah hal terkeji dalam dunia

Kisah Kudus

Kulihat wajah teduhmu, jernih bagai telaga surga yang kudus Lebih memabukan dari segenang lautan anggur Kulihat ada sejuta keindahan dalam matamu Biar-biarlah kuselami Kepada nama Ibu-Bapakku Biar kukecup dahi kalian yang berkerut karena menua dihajar usia Memohon restu, seorang anak hendak pergi menjelajahi semesta Jikalau kumati dimedan perang berkecamuk, biarlah tubuhku menjelma jadi abu dimedan laga Mati dalam salam kematian cinta Kutemukan gadis itu wahai Ibu-Bapakku Dia meminta diriku menceraikan pertiwi dari langit yang merentang Lalu kubersimpuh menengadah kebarat, dan menonggak langit Memohon Kepada Yang Maha Terkasih bahwa aku jatuh cinta Sejurusnya seribu malaikat turun dengan sayap yang maha luas yang meliputi semesta Dipisahkanlah Bumi dari pelukan langit

Puisi : Kisah awal hingga akhir

Aku hanya ingin mencintaimu melampaui jauh batas semesta Dan memelukmu hingga lupa bahwa kita bukanlah Satu Merasakan gelombang denyut jantungmu dalam darahku Yang berdenyut pelan Yang berdesir dalam rapuhnya rayapan darahku Ketika kau pergi, maka nirwanaku punah jua Bagai seorang pemadat yang kehilangan pukaunya Aku gila hingga meregang jiwaku Kutitipkan rindu melalui nafas ringkihku lalu diarak angin entah kemana Rasanya seperti dipeluk Desember Dingin Ranggas dan gugur dedaunan pada pohon yang diam sendirian Dari seribu baris sajak sajakku Kutulis rasa rindu bercampur cintaku yang membunuh Dengarlah, kuselalu menemukan sebaris namamu dalam lentingan cahaya yang tak pernah bisa aku raba Namun rinduku tak pernah berbalas Maka kuserahkan jiwaku pada Hades yang menyala Kuhibahkan ragaku pada jurang suram berisi jeram ganas penuh jelaga Dengarlah kekasih hati Jikalau kau tak bisa membalas rinduku karena kau telah mati, biarlah aku jemput d