Skip to main content

Tak disangka


Dengan tanpa ragu pria setengah baya dengan kumis centang perentang serta rambut yang setengah bagiannya ditutupi oleh topi nike murahan yang dapat ditemukan dikios pinggir jalan itu menyulut rokok yang juga bermerek kelas bawah. Asap itu menyepuh seisi ruang.
Entah buta huruf ataupun dungu, ia mengindahkan larangan merokok diruang publik salah satunya larangan merokok di angkutan umum seperti yang ia lakukan, beberapa penumpang lain melakukan tindakan reprensif dengan menutup hidungnya, dengan tak acuh ia menghisap terus rokoknya dengan mata merem melek. Aku mendelik sinis seperti ingin membakar tubuhnya dengan tatapanku.
Disisiku terlihat seorang pria berusia sekitar 20 tahunan, mengenakan kemeja putih, celana hitam, sepatu pentofel yang warna hitamnya sudah mulai pudar, serta map yang terlihat lusuh. Aku menebak isi map itu adalah CV, maklum banyak lulusan akedemisi yang baru kemarin tertawa diwisuda tetapi cemas keesokanya karena harus segera menjual ilmu serta lampiran ijazah. Wajahnya kuyu sekali, sepertinya ia telah ditolak beberapa perusahaan yang ia hendak lamar.
Dihadapanku ada seorang ibu muda yang tak segan mengeluarkan anggota tubuhnya karena anaknya merengek terus. Si Ibu cuek cuek saja, sedangkan aku pura pura melayangkan pandangan keluar jendela. Perokok yang kelihatannya berandal itu lebih cuek lagi karena tidak mengindahkan ada balita dalam angkot yang sedang kita tumpangi. Ingin aku merebut rokoknya dan menyulkut dikedua bola matanya.
Sambil membuang kebosanan, kuraih handphone disaku celanaku, kubuka media sosialku, tak ada notifikasi, selanjutnya kubuka akun orang yang kuidamkan sambil harap harap cemas tweet yang ia buat ditunjukan padaku. Bosan ini belum hilang juga akhirnya aku pejamkan mata sesaat, handphoneku masih dalam gengaman tanganku.
Dalam hitungan detik telephone genggamku raib, sudah tidak genggamanku. Pria yang menenteng maps lusuh berwajah kuyu itu sudah melompat dengan sigap dari angkot, ia berlari seperti kesetanan.  pria perokok tadipun berlari terbirit birit, kulihat Ibu muda tadi berteriak “ jambret, jambret..!!! “ sambil mencolek tubuhku lalu menunjuk salah satu pria yang brelari tadi. Aku sadar ada yang menjabret handphoneku.
Angkot menepi, aku langsung berlari secepat yang kubisa lebih dari orang yang kesetanan tadi. Aku melihat perokok tadi sedang berkelahi dengan dengan pria penenteng map lusuh. Pasti pria penenteng map lusuh itu sedang membantuku mengambil handphoneku yang dijambret. Pada akhirnya perokok itu menghampiriku dengan tangan kanannya membawa handphoneku dan tangan kirinya menggondol pria penenteng map lusuh itu.
Perokok itu berkata “ Nih handphonenya dik, tadio dijambret sama orang ini, lain kali hati hati ! “ suaranya tegas serta berat, penenteng map itu meringis sambil memegangi pipinya yang babak belur.
Aku terhenyak, orang yang kuanggap penjahat ternyta pahlawan yang membantuku, setelah itu aku pulang dengan perasaan tak karuan.


Ditulis oleh : Tommy Renaldie.

Comments

Popular posts from this blog

Sobirin yang jatuh cinta

Dipersembahkan untuk seseorang yang nun jauh disana, dibalik gunung, yang suka tahu bulat dan Kawanku yang bernama M.H. Sobirin Diatas balkon lantai dua. Pukul dua belas malam. Angin dingin yang rasanya merobek kulit, melumatkan daging, dan menggigit tulang. Angin itu merasuk kedalam tubuh yang ringkih – tubuh yang kurang gizi karena kebanyakan makan beras murah, satu tingkat diatas beras berkutu, satu tingkat diatas beras raskin Bulog. Manusia malang itu masih saja memeluk lutut. Lagu Lonely dari Christina perri terdendang dari handphone made in china itu, terkadang terdengar suara distraksi yang kemrosok jika sampai pada nada yang tinggi. Kemejanya berkibar terkena angin malam.             Matanya yang polos itu, yang terlihat botak seperti tak punya alis mata menatap kosong kearah lalu lalang kendaraan di jalan A.H. Nasution. Kelebat lampu kendaraan, suara klakson, dan teriakan sopir, debu-debu semuanya seperti bergerak dalam hening dan lambat. Hati pengamat itu sedan

Cerpen : Gebetan Syariah

Malam ini gue jalan sama gebetan. Gue mau jalan sama Dita, kita beda sekolahan jadi sering kangen kangen gitu karena kita jarang ketemu. Gue udah mandi dan duduk didepan cermin dengan tatapan memuja, sambil bilang “ Kamu ganteng, kamu ganteng “ Dan manyunin bibir biar keliatan imut. Nyokap buka pintu dan liat gue merancau sendiri ngomong “kamu ganteng “, bibir monyong didepan cermin, dimana keadaan gue cuman pake handuk doang karena abis mandi. Gue membeku, nyokap menatap gue dengan tatapan nanar lalu menaruh deodorant roll di meja gue lalu pergi tanpa suara.             Gue ambil deodorant itu dan gue olesin diketiak gue, kaos warna item gue pilih buat menyamarkan gelambir yang udah berundak undak, gue pake celana jeans belel. Pas nyisir rambut entah kenapa ketek gue terasa terbakar. Pedes. Gue meringis lalu berteriak kalap keluar kamar. Gue buka baju didepan bokap yang lagi nonton tivi dan gue pajang ketek gue didepan kipas angin yang menyala. Masih pedes, gue berlari kearah dap