Thanos Sebagai
Messiah Neo Malthusian.
Untuk kalian yang menggemari dan mengikuti alur cerita
dari film-film Marvel Cinematic Universe, tentu tidak asing dengan super
villain bernama Thanos, seorang titan berwarna ungu dengan dagu yang tidak
terlalu estetik.
Dalam film tersebut diceritakan Thanos memburu infinite stones ke berbagai penjuru alam
semesta guna mewujudkan manifestonya. Dibantu anak buahnya ia melakukan
ekspansi ke berbagai planet untuk mencari batu tersebut sambil sesekali
membantai penduduk planet tersebut secara random.
Thanos sangat percaya bahwa alam semesta perlu
diseimbangkan, over populasi akan membawa kesengsaraan, ini berdasarkan
postulat Malthus (Rusli, 2014:4) yang mengatakan bahwa manusia akan selalu
membutuhkan pangan dan kebutuhan nafsu seksual antarjenis kelamin akan tetap
sifatnya sepanjang masa.
Sayangkali
pertumbuhan produksi pangan senantiasa tidak berbanding luruh dengan kelahiran
sehingga banyak mulut yang mesti diberi makan dan manusia mesti menggenjot
produksi pangan. Sayangnya produksi pangan seringkali dilakukan dengan
cara-cara yang merusak alam yang artinya akan berbalik kepada mahluk hidup itu
sendiri. Seperti bagaimana asap-asap pabrik yang terus memproduksi pangan untuk
manusia dapat merusak ozon dan menyebabkan pemanasan suhu global yang dampaknya
banyak mengancam kehidupan.
Dari permasalahan
di atas maka Thanos membawa solusi yang ia tawarkan kepada alam semesta, dengan
mengorbankan waktu, tenaga, dan anaknya ia mencoba membawa keseimbangan untuk
alam semesta. Jika Maltusian klasik membawa solusi dengan cara pengekangan
konvensional seperti penggunaan alat kontrasepsi, pil KB – seperti yang
dicanangkan Presiden Soeharto. Thanos membawa solusi lebih radikal ala-ala
Neo-Maltusian dengan asumsi dasar bahwa kenaikan populasi alam semesta akan
membawa kesengsaraan bagi manusia/alien dan lingkungan alamnya, maka Thanos
dengan 5 infinity stones di tangannya
digunakan untuk memusnahkan separuh populasi di alam semesta. Jentikan jari
mautnya di Wakanda telah berhasil menjadikan manusia/alien sirna menjadi debu.
Lalu apakah
berhasil? Ternyata apa yang dilakukan Thanos dapat dikatakan berhasil.
Diceritakan lima tahun kemudian pasca perang Infinity War, Steve Rogers melihat
kawanan paus di teluk Hudson yang mustahil terjadi 5 tahun lalu, Steve Rogers
berkata dengan gayanya yang optimistik bahwa hilangnya separuh populasi membuat
ekosistem laut menjadi lebih asri.
Sebenarnya apa yang
dilakukan Thanos adalah demi menyelamatkan keberlangsungan kehidupan di alam
semesta dengan cara mengeliminasi secara random mahluk hidup di alam semesta,
sedangkan Avengers hanya kumpulan orang-orang berkekuatan super yang emosional
dan tidak membawa solusi apapun untuk kehidupan yang lebih seimbang dan sustainable. Thanos sangat pantas
menyandang gelar Messias Neo Malthusian dan kuburannya mesti diziarahi
sebagaimana seorang santo yang kan memberikan berkah.
Dan jika kita sedikit jeli, Thanos dan Soeharto memiliki
kemiripan pemikiran dan tindakan. Berangkat dari pemikiran Malthus dan suka
menghilangkan orang, akan tetapi Thanos jauh lebih baik, karena dia tidak pernah
nepotisme dalam mengeliminasi mahluk alam semesta.
Rubik opini oleh Tommy Renaldie.
Seorang Mahasiswa Sosiologi di
Universitas Islam Negeri Bandung.
Bandung, 6 Mei 2019.
Comments
Post a Comment