Skip to main content

Tips Jalan Jalan Irit ala Backpacker ke Puncak

Puncak. Nama ini sudah tidak asing lagi bagi kita, apalagi bagi manusia-manusia Jabodetabek.
 Puncak adalah destinasi yang paling dekat bagi masyarakat Jabodetabek untuk menandaskan penat, serta menandaskan hawa nafsu hehehehe, mengingat iklim Puncak yang mendukung untuk ena-ena.
 Banyak destinasi yang menjadi pilihan bagi wisatawan salah satunya Taman Safari Indonesia atau Taman Wisata Matahari, tapi bagi fakir wisata yang keukeuh tetep pengen jalan-jalan dengan duit pas-pasan gimana dong? Tenang, disini gue sebagai keturunan Odin bakal gue kasih tips dan tricknya.

1) Masjid Atta'awun bisa jadi salah satu pilihan sobat qismin yang keukeuh pengen jalan-jalan. Pengalam gue dengan uang 2000perak udah bisa masuk areal masjid ini dan menikmati keindahan alam serta salat duha sebagai bentuk rasa syukur. But, harus dicatat sama sobat qismkn, jangan jajan disini, gue beli cilok segede kelereng harganya serebuan perbiji!
2) Telaga Warna.
 Danau legenda yang banyak dihuni oleh para monyet ini memang bisa dijadikan destinasi yang cocok buat sobat qismin, dengan membayar 25k saat weekend perorangnya, berhubung gue ngaku sebagai orang Van Campus Tugu serta didukung dengan penampilan ane yang cuman mengendarai si Tua Astrea Legenda, celana basket pendek, serta sendal jepit, alhasil masuk gratis. Disana ada spot buat foto kaya digambar berikut. Buat foto cukup bayar 2k kalau pake hape, kalau pake jasa kamera Dslr bisa sampai 30k. Buat sobat qismin yang pengen ngasih makan para monyet bisa beli kacang di mamang photogtapher seharga 5k 2bungkus.
 Nah segitu aja ya sobat qismin, tips jalan-jalan kesana lebih enak pas weekdays jadi lebih sunyi dan private rasanya apalagi buat yang gak suka keramaian kek gue.

Tags : #tipsjalanjalan, backpacker ke puncak, jalan jalan irit, tips ke puncak.

Telaga Warna
Masjid Atta'awun.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Sobirin yang jatuh cinta

Dipersembahkan untuk seseorang yang nun jauh disana, dibalik gunung, yang suka tahu bulat dan Kawanku yang bernama M.H. Sobirin Diatas balkon lantai dua. Pukul dua belas malam. Angin dingin yang rasanya merobek kulit, melumatkan daging, dan menggigit tulang. Angin itu merasuk kedalam tubuh yang ringkih – tubuh yang kurang gizi karena kebanyakan makan beras murah, satu tingkat diatas beras berkutu, satu tingkat diatas beras raskin Bulog. Manusia malang itu masih saja memeluk lutut. Lagu Lonely dari Christina perri terdendang dari handphone made in china itu, terkadang terdengar suara distraksi yang kemrosok jika sampai pada nada yang tinggi. Kemejanya berkibar terkena angin malam.             Matanya yang polos itu, yang terlihat botak seperti tak punya alis mata menatap kosong kearah lalu lalang kendaraan di jalan A.H. Nasution. Kelebat lampu kendaraan, suara klakson, dan teriakan sopir, debu-debu semuanya seperti bergerak dalam hening dan lambat. Hati pengamat itu sedan

Cerpen : Gebetan Syariah

Malam ini gue jalan sama gebetan. Gue mau jalan sama Dita, kita beda sekolahan jadi sering kangen kangen gitu karena kita jarang ketemu. Gue udah mandi dan duduk didepan cermin dengan tatapan memuja, sambil bilang “ Kamu ganteng, kamu ganteng “ Dan manyunin bibir biar keliatan imut. Nyokap buka pintu dan liat gue merancau sendiri ngomong “kamu ganteng “, bibir monyong didepan cermin, dimana keadaan gue cuman pake handuk doang karena abis mandi. Gue membeku, nyokap menatap gue dengan tatapan nanar lalu menaruh deodorant roll di meja gue lalu pergi tanpa suara.             Gue ambil deodorant itu dan gue olesin diketiak gue, kaos warna item gue pilih buat menyamarkan gelambir yang udah berundak undak, gue pake celana jeans belel. Pas nyisir rambut entah kenapa ketek gue terasa terbakar. Pedes. Gue meringis lalu berteriak kalap keluar kamar. Gue buka baju didepan bokap yang lagi nonton tivi dan gue pajang ketek gue didepan kipas angin yang menyala. Masih pedes, gue berlari kearah dap

Sobirin : Berlari Terengah-engah

            Dengan sayap yang terjalin dari bulu burung dan tetesan lilin, ia terbang menembus angkasa. Menerjang angin dan terus mengejar matahari. Kecintaan dan rasa penasarannya terhadap matahari jugalah yang membunuhnya, sehingga ia jatuh dan tenggelam di lelapnya samudra. Begitulah Icarus mencintai matahari. Sobirin menutup buku yang ia baca, lalu ia memandang langit-langit kosannya dengan puluhan ribu pertanyaan. Pertanyaan itu tidak terjawab oleh dirinya sendiri dan ia pun mendengus pada dirinya sendiri.             Ia turun ke lantai bawah, mengubek-ubek nasi dingin di ricecooker, mengaduk-aduk bumbu yang ada. Rasa lapar menggerakan persendian pemalas Sobirin. Sobirin mengiris bawang, cabai, dan terasi dengan malas. Mengoseng-oseng dengan malas, menyajikan dengan malas, makan dengan bersemangat sampai-sampai berkeringat.             Selepas makan, Sobirin mandi. Biasanya Sobirin hanya mencuci muka dan menggosok gigi akan tetapi mengingat ia sudah tidak mandi selama 3 ha