Skip to main content

Beberapa pesanan kepada Tuhan

Terlalu tegar jantungku untuk berdetak
Semakin kuat denyutnya, semakin rapuh diriku
Ah ~ terlalu, terlalu pedih mengingat itu
Maka ingin lupa saja
Lupa seakan aku baru lahir kemarin sore
Ditimang dan diciumi oleh Ibu

Ingin aku kembali pada satu titik waktu
Ketika kita bertemu dan saling canggung saat itu
Didepan perpustakaan kala sore – siswa pulang terburu buru
Seakan ada lengking biola yang nyaring saat mata sendu itu beradu

Ingin kumenyelam kembali ke hari itu
Hari dimana kuurungkan saja untuk melihat ceruk matamu yang dalam menghitam
Karena terus begadang
mungkin
Sejuta kembang api tak akan muncrat dari kepalaku saat siang bolong itu yang lengang

Bolehkah kupesan wahai Tuhan ?
Dua waktu itu ?

Karena aku tahu jika aku menyatu dengan si itu
Aku akan tetap dihantui pertanyaan “ gimana kalo aku jadi dengan si itu ? “
Dan semuanya amburadul
Jadi Tuhan tidak ada yang kusesali
Yang ada hanya rasa benci. Benci kepada diriku sendiri

Bisakah kupesan wahai Tuhan. Satu rasa cinta ?

Comments

Popular posts from this blog

Sobirin yang jatuh cinta

Dipersembahkan untuk seseorang yang nun jauh disana, dibalik gunung, yang suka tahu bulat dan Kawanku yang bernama M.H. Sobirin Diatas balkon lantai dua. Pukul dua belas malam. Angin dingin yang rasanya merobek kulit, melumatkan daging, dan menggigit tulang. Angin itu merasuk kedalam tubuh yang ringkih – tubuh yang kurang gizi karena kebanyakan makan beras murah, satu tingkat diatas beras berkutu, satu tingkat diatas beras raskin Bulog. Manusia malang itu masih saja memeluk lutut. Lagu Lonely dari Christina perri terdendang dari handphone made in china itu, terkadang terdengar suara distraksi yang kemrosok jika sampai pada nada yang tinggi. Kemejanya berkibar terkena angin malam.             Matanya yang polos itu, yang terlihat botak seperti tak punya alis mata menatap kosong kearah lalu lalang kendaraan di jalan A.H. Nasution. Kelebat lampu kendaraan, suara klakson, dan teriakan sopir, debu-debu semuanya seperti bergerak dalam hening dan lambat. Hati pengamat itu sedan

Cerpen : Gebetan Syariah

Malam ini gue jalan sama gebetan. Gue mau jalan sama Dita, kita beda sekolahan jadi sering kangen kangen gitu karena kita jarang ketemu. Gue udah mandi dan duduk didepan cermin dengan tatapan memuja, sambil bilang “ Kamu ganteng, kamu ganteng “ Dan manyunin bibir biar keliatan imut. Nyokap buka pintu dan liat gue merancau sendiri ngomong “kamu ganteng “, bibir monyong didepan cermin, dimana keadaan gue cuman pake handuk doang karena abis mandi. Gue membeku, nyokap menatap gue dengan tatapan nanar lalu menaruh deodorant roll di meja gue lalu pergi tanpa suara.             Gue ambil deodorant itu dan gue olesin diketiak gue, kaos warna item gue pilih buat menyamarkan gelambir yang udah berundak undak, gue pake celana jeans belel. Pas nyisir rambut entah kenapa ketek gue terasa terbakar. Pedes. Gue meringis lalu berteriak kalap keluar kamar. Gue buka baju didepan bokap yang lagi nonton tivi dan gue pajang ketek gue didepan kipas angin yang menyala. Masih pedes, gue berlari kearah dap