Entah sudah jadi kesekian ribu,
bahkan juta Remi bengong dengan tatapan kosong kearah yang sama. Kearah mushola
– kelas yang telah disulap sedemikian rupa yang bias terlihat jelas dari
bangku Remi duduk dikelas. Tatapan yang
selalu sama lalu membenamkan wajahnya dalam-dalam ke dekapan tangan diatas
meja. Ridwan dan Andri sahabatnya sudah pusing memikirkan kelakuan sahabatnya
ini. Semua ini tidak lain tidak bukan terjadi setelah Remi patah hati, diputuskan
secara sepihak oleh pacarnya – mantannya tepat didepan mushola yang terus Remi pandangi.
Kejadian itu sekitar empat bulan lalu.
Andri
yang berwatak sangat bossy itu menatap tegas kearah wajah Remi. Andri
sebenernya sudah ingin meng Uper cut Remi hingga knock out. Tapi ia urungkan
niat itu.
“
Eh manusia lebay,liat saya ! elu,elu itu !!! “ Andrisudah kehabisan kata kata.
Rmi diam sajamasih mematut kearah mushola.
“
Masih banyak cewe didunia ini, bukan hanya dia si – siapa itu namanya,ya si
Setrika itu ! hidup selalu bergulir bom ! “ Ucap Andri berapi api lalu mengusap
hidung paruh ayamnya itu.
“
Iya bener Mi “ Ridwan mengamini.
Remi
akhirnya mengalihkan dari pandangannya kemusholalalu menatap Andri dengan
dalam, dijawil telinga Andri lalu Remi membisikan sesuatu. “ Namanya bukan
Setrika tetapi Erika, bodoh “ Pandangan
Remi kembali mematut mushola. Andri akhirnya naik pitam.
“
Alah apapun namanya itu mau Setrika kek,mau Erika kek,mau Trieska kek, mau Icih
kek, ndak peduli saya ! Yang penting itu kamu tuh dah jadi setengah uweedan
tahu ! Tak ecrek , tahu kamu ! Move on ! Move on. Sekarang kamu cari
perempuan saya akan bantu kamu tahu ! Mau siapa ? Si eneng, si marsitem, si
juminten ? tak comblangin “ Ucap Andri dengan aksen jawa medok yang akhirnya
keluar dan itu tandanya ia sudah naik pitam. Semua nama yang ia usulkan adalah
daftar siswi yang terkenal taraf “kecantikannya” melampaui batas disekelah ini.
Dan seakan aka nada stempel dijidat mereka bertuliskan “ SISIWI JOMBLO AKUT “
“
Bener Tom, bener “ Ridwan sekali lagi mengaamini ucapan Andri.
Remi
menggeleng lemah.
Mata
Andri memerah membara, Andri sebenarnya gemas dengan sahabatnya ini. Ingin ia
remas remas wajah Remi hingga berbentuk seperti adonan perkedel. Andri
sejurusnya akan mengomel, seakan aka nada peternakan omelan dimulutnya.
“
Eh tikoes kamoe itoe ja dasar katjoeng kheparat shealan, indak tahoe di
oentoeng, saya kashean melihat eloe orang meratap matjam badak tak dapat jatah
kawin ! Soeram soeram !! hidoep masih pandjang !! djangan eloe orang matjam
maoe mati besok, merenoeng teroes “
Andri
jika sedang mengomel, ucapan artikulasi katanya menjadi tidak jelas,seperti
ejaan jaman Belanda.
Remi
menanggapinya bagai angin lalu,lalu membenankan wajahnya kedalam dekapan
tangan. Tak mengindahkan omelan sahabatnya. Siswa lain mulai rebut tunggang
langgang. Ridwan hanya mengelus elus punggung Rumi. Prihatin.
“
Duasaar baboe shealan,omongan saya indak kamoe indahkan. Duasar Kepppaarrrr…!! “
Sebelum Andri menyelesaikan kata omelan terakhirnya. Bu Maryam, guru bahasa
Indonesia sudah menjawil telinganya lalu memutarnya hingga merah.
“
Keparrr apa Dri ? keparr apa ? “ Bu Maryam menahan nafasnya.
“
Aduhh, aduhh bu maksud saya itu buu, anu bu anu.. ? “
“
Ada apa dengan anu mu ? hah kondri ? “
“
Anu bu, anu, Keparut bu “
“
Oh anu kamu keparut toh ? “ Jeweran itu semakin memutar lebih gila. Merah
padam.
“
Tidak bu, tidak.Ampuun bu “
“Kamu
berdiri didepan kelas, satu kakimu diangkat,dan tangan kirimu menutup mulutmu.
Biar mulutmu tahu, kalau mulutmu sama kotornya dengan tangan kirimu “
Alhasil
selama dua jam pelajaran Andri berdiri didepan kelas, ditertawai seluruh majelis kelas. Andri merengut dan mengutuki
Remi dalam hatinya. Remi masih bergelut dengan tatapan kosongnya.
Setelah
kejadian dua jam pelajaran itu Andri murka pada Remi, kali ini bukan dengan
aksi mengomel tetapi dengan aksi bisu. Sudi Andri menasehati sahabatnya itu.
Remi tak peduli soal itu baginya dunia jadi lebih tentram dan damai, tak ada
omelan yang memperkeruh suasana suram hatinya. Dera lonceng pulang berbunyi
lalu disambut dengan riuh sorak siswa dan hirukpikuk membenahi ini itu,
membenahi buku, dan meja. Dessi meneriaki siswa yang mendapat jadwal piket dan
berniat hendak kabur. Tidak ada yang bisa lolos dari cengkraman teriakan Dessi.
Berisik, seakan akan sejak lahir sudah menelan TOA Masjid.
Remi
berjalan lungai, sepertinya berjalanpun tanpa niat ikhlas.Ia mengunjungi
nirwana kecilnya di sekolah ini. Perpustakaan yang selalu sepi karena minim
peminat baca. Ia menghamipiri rak yang berlabelkan “ NOVEL “ . Diambil sebuah
novel dengan nama penulis yang sudah mendapat berbagai penghargaan kesusastraan
nasional maupun Internasional. Saat ia menoleh ada seseorang yang sangat asing
bagi nirwana kecilnya ini. Remi hafal semua orang yang biasa mengunjungi
perpustakaan ini, tetapi ini benar benar asing. Ia seperti kebingungan memilih
novel mana yang hendak ia pinjam. Remi tiba tiba menegurnya untuk menawarkan
bantuan. Ucapan itupun tiba tiba keluar tanpa Remi sadar.
“Mau
cari novel yang seperti apa ? “
“ Eh ? “ Seseorang itu terkejut. “
Eh kak? Enggak aku cari Novel yang bagus buat dipinjam, tapi bingung mau yang
mana “ Seseorang itu tersenyum. Matanya dalam dan sinar matanya tulus.
Remi
menarik sebuah buku dari rak. Remi seakan akan sudah tahu setiapletak buku.
Diambil sebuah buku dengan namapenulis yang tak terkenal, tapi sangat berkesan
bagi Remi.
“
Nirwana mungil ?? “
Remi
mengangguk
“
Yaudah kayaknya ini seru ,makasih ya Kak Remi “
“
Iya samasama,kok kamu tahu nama saya ? “
“ Tentu
tau, oh ya sampe lupa, nama aku Adriana. Kelas XI IPA 1, yaudah ya kak makasih
kayaknya perpusnya udah mau tutup, bye “
Remi
termangu, lalu tersenyum.Mendung diwajahnya seakan akan sudah pudar kini.
Rambut yang ikal tergerai itu seakan akan telah meyapu segala kesedihannya.
Remi kembali ‘hidup’.
Pagi
Rabu itu berkabut, satu sekolah ini seakan akan lenyap dikungkung kabut membusa.
Remi terlihat lebih segar dan tidak ada satu awan hitam menggelayut disana.
Remi duduk dan tersenyum senyum sendiri.Andri yang kemarin memasang aksi bisu
kini sontak kaget melihat sahabatnya senyum senyum sendiri, Ridwan panik dan
mengusap ngusap punggung Rumi tetapi dengan frequensi yang lebih pelan. Miris
hati Ridwan.
“
Aduh Dri gawat, sahabat kita sudah ketiban gila memakan pedih dan hati, cinta
membunuh jiwanya Dri “ Ridwan berkata dengan lirih. Andri menatap sedih dan
temangu.
“
Kamu tuh le,le kemarin saya dihukum gara gara kamuitu tak berarti apaapa,kini
kamu dihukum cintamu sendiri, sadarlah,sadar “ Satu butir air matamuncul dari
sudut matanya. Wajahnya yang garang da keeling itu dihiasi air mata pilu.
Ridwan mengusap punggung Andri. Rumi mengeluarkan sapu tangan putih yang kini
terlihat lecek karena terlalu sering dipakai mengelap keringat pada pelajaraan
olahraga. Remi tersenyum.
“
Jangan lebay Tuan paruh ayam, hidup itu berlanjut ! “ Remi tersenyum lepas.
Ridwan
dan Andri terkejut melihat kini sahabatnya bicara setelah lama membisu.
“
Demi sempak Neptunus yang suci ! Dengar dia bicara, kembali jadi si Remi yang
sok bijak “ Andri menyusut ingus dan air matanya lalu mengacak ngacak rambut
Remi. Ridwan memeluk keduanya. Sesuatu yang hilang telah kembali. Lama kelamaan
kabut menipis,temperature menjadi sedikit suam suam. Remi, Ridwan, dan Andri
nongkrong dikantin. Andri dengan gorengan penuh kolestrol, Ridwan dan Nasi goreng
dibanjur bumbu siomay,Sedangkan Remi dengan jus belimbingnya. Remi sudah lama
tak menikmati suasana seperti ini.
“
Ada ilham apa yang membuatmu tobat nak “ Ucap Ridwan sembari mengunyah nasi gorengnya.
Pilihan katanya seperti pastur gereja HKBP di stasiun TV swasta saban Ahad.
“
Obat pilu sakit karena cinta adalah jatuh cinta kembali “ Ujar Remi filosofis.
“
Jadi kau tuh jatuh cinta pada siapa hah “ Timpal Andi seraya menguyah gorenganya,
sejurusnya Andri tersedak dan bersin. Potongan kecilgorengan muncrat dari
hidungnya. Rongga hidungnya terasa pedas dan berminyak. “ Sialan “ Umpat Andri.
“
Kalian tahu Adriana ? matanya dalam, hidungnya mancung, alis yang terukir
sempurna, walau tidak tinggi tetapi proposional untuk ukuran Asia, lesung pipi,
dan…. “
“
Hitam ! “ Tambah Andri berapi api.
Satu
tamparan kecil mendarat dipipinya, pemilik tamparan itu Remi. Andri mengerjap
ngerjapkarena tamparan itu tempias ke biji matanya yang kini melotot.
“
SEMBARANGA SAMPEYAN ! Adriana itu bukan hitam tetapi coklat dan agak
terpanggang tetapi manis bah ! “
“
Oh anak Takwondo itu , aku kenal, bukannya pernah satu eskul kau Dri “
“
Kalian tahu ??!! “ Sambar Remi antusias.
Kedua
sahabatnya mengangguk bersamaan. Satu tatapan ancaman dihunuskan Remi.
“
Kalian pernah berjanji mau comblangin saya, saya mau minta didekatkan “
Keduanya
mengangguk.
“
Gimana kalo kau mengikuti Eskul Takwondo, biar dekat “
“
That its good idea ! “
Remi
menghabiskan Jus belimbingnya, lalu tersenyum lama. Adriana lewat didepan
wajahnya. Tiba tiba Andri yang jahil berteriak memanggil Adriana.
“
Adriana !!! “ Adriana menoleh kearah empunya suara.
“
Iya kak Jasun? “
“ kata Remi I love you “
Satu
tamparan telak mengenai pipi kiri Andri. Pipi itu semakin rata saja karena
sering kena tempeleng. Adriana melengos dengan wajah datar. Andri tertawa
terbahak bahak . Ridwan memecah suasana dengan Tanya.
“
Dri kok nama kau dipanggil Jasun ? “
“
Itu singkatan JAwa-SUNda “
Setelah
itu nama Andri diganti secara aklamasi oleh penulis dan kedua sahabatnya
menjadi Jasun.
Ada
jantung yang berdegub saat itu.
Esoknya
Remi mendaftar menjadi anggota Takwondo diantar oleh Jasun yang kebetulan ketua
eskulnya adalah teman Jasun. Remi tersenyum sumringah.
“
Jo kau bias latihan hari sabtu, kebetulan bareng dengan eskul saya. Basket “
“
Kok nama saya jadi JO sih “
“
Itu kependekan dari JOmblo “
“
Kuampreet dasar “
Hari
Sabtu pun tiba. Remi menggunakan training sekolah yang desaign-nya pasaran,
menggunakan kaos putih dengan gambar caleg yang tidak menang pemilu. Lambang partainya
sudah pudar,lebih mirip gambar pohon beringin yang gugur daunnya. Tak ayal
mengundang pertanyaan sabem takwondo.
“
Kamu mau kampanye ? “ Tanya pelatih dengan tanda Tanya besar munculdikening
lebarnya.
“Maaf
bem, soalnya saya gak punya baju kaos putih yang bersih, tinggal ini bem “
“
Jangan panggil Be,kedengarannya aneh,panggil saja Kak Eno “
“
Baik bem Eno “
“
Ka Eno “ Eno meluruskannya lagi.
Latihan
dimulai dengan mengelilingi lapangan enam putaran, diputaran ketiga Remi sudah
terenga engah seperti Dobberman gaek yang kehabisan nafas sedangkan Adriana
masih bersemangat, sekali kali saat melintas Adriana melempar senyum. Semangat
Remi membara kembali. Latihan pertama Remi menjelma menjadi samsak hidup,
sebenarnya memegang box target akan tetapi tendangan mereka
sangat kencang sehingga kerasnya tendangan itu merambat dari samsak ketubuh
Remi. Redam rasanya.
Saat
istirahat minum,tiba tiba Adriana menghampiri.
“
Gak nyangka kaka ikut eskul ini “
I
Do because of you
“
Iya, itung olahraga, gelambir kaka udah merembes kemana-mana “ Sejujurnya Remi
menajdi terlihat kurus sejak kejadian empat bulan lalu.
“
Hahahaha,Oh ya novel yang kaka pilihin itu bagus banget, seorang remaja yang
patah hati lalu mengembara membelah samudra dan benua, dan kembali saat dewasa
dan akhirnya menikah dengan wanita yang membuatnya patah hati “
“
Memang itu salah satu yang berkesan “
“
Nama penulisnya aneh,cumin pake letter ‘R’ doing “
Remi
hanya tersenyum tipis.
Pengorbanan
menjadi samsak itu tidak sia-sia. Remi mendapat kontak Hp, dan social medianya.
Hari
hari terus bergulir, tak terasa sudah satu bulan, dan satu bulan juga ia
menjadi samsak hidup. Kantin ramai betul siang ini. Jus belimbing ditangan Remi
masih setengahnya.
“
Gimana perkembangan dengan si Adriana itu “ Andri melempar Tanya.
“
Semoga hubungan kalian menjadi lebih erat tetapi tidak akan seerat kasih Tuhan
pada mahluknya “ Ridwan menambahkan.
“
Lancar bagai jalan TOL boss “
Tiba
tiba mantan Remi lewat dihadapannya,Remi tersenyumdan melambaikan tangan. Mantan
Remi gelagapan lalu ragu ragu mendekati kearah Remi. Remi bangkit menghampirinya.
Menghampiri seseorang dibelakang mantannya. Adriana, Remi hendak menyambut
Adriana. Remi lewat begitu saja tak mengindahkan mantannya, Erika gelagapan
menahan malu,seakan rasa malu satu dunia dibebankan ke Erika, Erika menghambur
pergi.
Tibalah
perhelatan rencana itu akan dilaksanakan. Sebelumnya tiga sahabatnya itu
berdiskusi panjang lebar, tentang mencari cara bagaimana menyampaikan perasaan
Remi dengan tepat, benar, tertib, jitu, dan berkesan.
“
Bagaimana kita buat tulisan dikertas, terus setiap anak kelas bawa itu ke
kelasnya sambil nyanyi-nyanyi lalu kau tembak sambilkasih bunga mawar. Romantis
abis ! “ Usul Jasun.
“
Enggak, itu lebay,sudah lebay ditolak pula nantinya ! “ Remi menolak.
“
Kamu kasih surat saja, ungkapkan segenap perasaanmu dalam goresan tinta,kau kan
jago buat kata kata “
“
Kita bukan hidup dijaman dulu sudah modern sekarang, ada HP ! “
“
Pakai HP gak keliatan jantan Jo “
Remi
diam tak berkata. Buntu.
Terkadang sesuatu scenario yang
tidak direncanakan lebih indah, karena itu scenario yang dibuat Tuhan secara
langsung.
Sore
itu selepas bell pulang, Remi mampir di nirwana edisi mini-nya. Tak sengaja ia
bertemu Adriana. Adriana yang rambut ikalnya tergerai dan ditimpa cahaya
kekuningan mentari yang membias lewat jendela perpustakaan. Ia bagaikan
bermandikan cahaya mentari yang sebentar lagi hendak tumbang keperaduan.
“
Adriana ? “
Adriana
menoleh, matanya beradu lama. Dua detak ajntung yang berdenyut bersamaan.
“
Kak Remi “
Hening
yang damai membanjiri mereka, tercipta denging bisu yang indah diantara
lengangnya perpustakaan.
Tiba
tiba dua tangan itu mengambil novel yang sama bersamaan, dua tangan itu sama
sama mengurungkan niatnya. Tiba tiba Remi membuka suara.
“
Kamu liat deh, kejendela “
Adriana
mengedarkan pandang kearah jendela perpustakaan.
“
Liat dedaunan padi itu berwarna emas kena tempias sinar mentari, awannya pun
bergumpal berwarna tembaga dan bergerak seperti pecah meledak, awan itu
terlihat berdetak kencang “ Berdetak kencang.
Satu
kata meluncur jadi ending pembicaraan Remi.
“
Ik hou van je “
Satu
kata lirih, berbisik membalas.
“
Ik hou van je ook “
Degub
jantung Remi berhenti berdetak. Suara Adriana menghidupkan degub jantungya
kembali.
“
Kalo kaka serius kaka datang kerumah aku, tepat hari minggu pukul empat sore “
Adriana
meninggalkan Remi yang masih bengong memandang awan yang kini cenderung
berwarna jingga. Secarik kertas berisikan alamat ditinggalkan Adriana, diatas
novel Remi yang tersimpan di rak.
Tiba
juga hari Minggu itu.
Sebelumnya Remi dan Ridwan mencari
kedaerah pecinaan Surya kencana Bogor untuk membeli setangkai mawar merah
darah. Ia beli lima tangkai, lima puluh ribu tabungannya kandas ditangan
penjual bunga Bapak-bapak berkumis yang alot ditawar, bukannya Remi tidak bisa
membeli kepedagang lain akan tetapi Remi membeli ketika hari menejelang malam,
tinggal si Bapak berkumis itu yang masih setia berjualan didepan emperan toko obat
cina.
Remi
menggunakan kemeja kerah putih, sweeter crewneck hitam, jeans belel
kebanggaannya. Semakin belel semakin berjiwa jeans-nya. Deodoran dioleskan
banyak banyak seperti member selai pada roti. Diakan dibiarkan suasana penting
ini rusak akrena bau aneh menyengat, walau sebenarnya Remi tak punya riwayat
bau ketek.
Sial
tak dapat dinyana, motornya dipakai kakaknya bekerja, yang satu lagi motornya
sudah satu minggu ngadat tak mau jalan. Jam sudah menunjukan pukul setengah
tiga sore. Tinggal satu jam setengah lagi. Tak boleh telat !
Terpaksa
ia naik ojeg, berhubung tukang ojeg yang ia tumpangi adalah Bang Togar yang
keponya minta ampun, bawel, kepingin tahu tetek bengek apapun. Remi menyumpal
telinganya dengan earphone berharap bang Togar maklum bila ia mengajak ngobrol
akan berakhir menjadi kambing medan congek. Sial kedua tak bisa ditolak, hujan
turun. Waktu sekitar emapt puluh lima menit. Motor bang Togar mogok,takmau
distarter, tak mau diselah ( dihidupkan menggunakan kaki ), hanya satu cara
lain yakni digajlug. Remi mengambil ancang ancang lalu mendorong motor Bang
Togar dengan sekuat tenaga, sejurusnya bang Togar memasukan roda gigi.
Bimsalabin Motor itu kembali menyala.
Waktu
tersisa empat menit lagi.
Dicari urutan nomer rumah ke-30. Tak
ditemukan jua. Remi loncat dari motor bang Togar. Earphone Remi terlepas dari
tempatnya menyumpal saking buru-burunya terdengar suara keresek kreseklagu Bang
Haji Rhoma Irama- Mirasantika. Kutakmautakmautakmautak.. Kutakmau tak.
Remi
berlari dan akhirnya menemukan sebuah rumah bertingkat. Remi mengetuk rumah
itu, Adriana melihat seseorang yang ia tunggui dari balkon kamarnya. Pintu ukiran
jati itu terbuka.
“
Adriana ..??!! “ Ucap Remi sumringah, tak sadar tubuhnya basah kuyup.
“Kak,
kaka tepat waktu sekarang tepat pukul empat “
Tanpa
banyak ba-bi-bu Remi berlutut. Tempias hujan memutuska urat malunya dan rasa
gengsi lebaynya. Bang Togar manut manut dan menebak nebak apa yang terjadi
dengan Remi langganannya itu. Lumayan ada bahan Tanya Tanya bah !
“
Adriana, saya telah mengenalmu selama satu bulan lebih delapan hari, 21 jam dan
saya gak peduli sesingkat waktu tersebut untuk mengenalmu tetapi hati saya
berkata seakan akan kita sudah bertemu dikehidupan lain dan mengenal sangat
lama. Entah kamu yang bisa membuat hening yang indah, dan bisu yang tentram
bagi saya, saya tak pernah se-eksplosif ini. Adriana izinkan saya membuatmu,
dan izinkan dirimu membuat seakan akan kita jatuh cinta baru kemarin,dan SEAKAN
AKAN AKU TIDAK AKAN PERNAH DIIZINKAN OLEH TUHAN UNTUK MENCINTAI LAGI BESOK “
Adriana
tersipu hebat, Remi sebenarnya yan pertamabaginya.
“
Baiklah, iya “
“Iya
apa ?” Tanya Remi berdebar.
“
Ik hou van je ook “
Satu
juta bahagia buncah dalam dada Remi. Butiran hujan yang jatuh berdebum ketanah
dan menjemput kehidupan bagi benih benih yang tenggelam dirahim bumi bagaikan
alunan nyanyian suka cita.
“
kak mau masukdulu gak ?”
“
Gak usah, baju kaka basah, kaka gak sabar buat dating hari senin “
“
Bukannya kaka benci hari senin ? “
“
Kok tahu ? “
“
Dari Novel semesta mungil”
“
You so mysterious “
“
Kakak yang misterius, Novel itu kaka yang nuliskan ? pas kaka datang, pas aku
selesai baca dan lihat tentang penulisnya disitu ada foto kaka berserta
identitas kaka. Huh dasar “
Adriana
mengusap wajah Remi yang basah terkena air hujan. Remi bersumpah tak akan mandi
satu minggu agar usapan tangan Adriana tetap menempel.
“
Nih buat kamu” Remi menyodorkan bunga mawar.
“
Hahahaha, aku alergi bunga “
Remi
tersenyum,lalu berpamitan pulang.
Bang
Togar sedari tadi bertanya ini itu tentang apa yang terjadi, Remi menjawab
dengan senyuman yang halus. Akhirnya bang Togar menyerah untuk bertanya lagi.
“
Semuanya dua puluh ribu bah ! “
Remi
merogoh dompet, sial! Uangnya ludes dipakai membeli bunga mawar ini.
“
Bang nih bunga mawar sebagai jaminan, atau kasih sama istri abang saja jadi
lunas, aku lupa bawa duit abng hehehe “
“
Macam pula kau bocah ! kau tak tahu awak baru cerai dengan si icih itu hah ! “
“
Nah abang bisa pake buat cari istri lagi “
“
Halah, boleh lah, dasar kau kere “
Motor
bang Togar melaju, lima meter kemudian mogok. Akhirnya Remi mendorong motor
bang Togar untuk digujleg. Motor bang Togar menghadiahi tempias asap hitam
pekat diwajah Remi.
Cerpen
kedua yang di print out oleh Tommy Renaldie.
23
Maret 2015
Ditulis
diwarnet yang banyak bencong
Comments
Post a Comment