Skip to main content

Remi dan Adriana

Entah sudah jadi kesekian ribu, bahkan juta Remi bengong dengan tatapan kosong kearah yang sama. Kearah mushola – kelas yang telah disulap sedemikian rupa yang bias terlihat jelas dari bangku  Remi duduk dikelas. Tatapan yang selalu sama lalu membenamkan wajahnya dalam-dalam ke dekapan tangan diatas meja. Ridwan dan Andri sahabatnya sudah pusing memikirkan kelakuan sahabatnya ini. Semua ini tidak lain tidak bukan terjadi setelah Remi patah hati, diputuskan secara sepihak oleh pacarnya – mantannya tepat didepan mushola yang terus Remi pandangi. Kejadian itu sekitar empat bulan lalu.
            Andri yang berwatak sangat bossy itu menatap tegas kearah wajah Remi. Andri sebenernya sudah ingin meng Uper cut Remi hingga knock out. Tapi ia urungkan niat itu.
            “ Eh manusia lebay,liat saya ! elu,elu itu !!! “ Andrisudah kehabisan kata kata. Rmi diam sajamasih mematut kearah mushola.
            “ Masih banyak cewe didunia ini, bukan hanya dia si – siapa itu namanya,ya si Setrika itu ! hidup selalu bergulir bom ! “ Ucap Andri berapi api lalu mengusap hidung paruh ayamnya itu.
            “ Iya bener Mi “ Ridwan mengamini.
            Remi akhirnya mengalihkan dari pandangannya kemusholalalu menatap Andri dengan dalam, dijawil telinga Andri lalu Remi membisikan sesuatu. “ Namanya bukan Setrika tetapi Erika,  bodoh “ Pandangan Remi kembali mematut mushola. Andri akhirnya naik pitam.
            “ Alah apapun namanya itu mau Setrika kek,mau Erika kek,mau Trieska kek, mau Icih kek, ndak peduli saya ! Yang penting itu kamu tuh dah jadi setengah uweedan tahu ! Tak ecrek , tahu kamu ! Move on ! Move on. Sekarang kamu cari perempuan saya akan bantu kamu tahu ! Mau siapa ? Si eneng, si marsitem, si juminten ? tak comblangin “ Ucap Andri dengan aksen jawa medok yang akhirnya keluar dan itu tandanya ia sudah naik pitam. Semua nama yang ia usulkan adalah daftar siswi yang terkenal taraf “kecantikannya” melampaui batas disekelah ini. Dan seakan aka nada stempel dijidat mereka bertuliskan “ SISIWI JOMBLO AKUT “
            “ Bener Tom, bener “ Ridwan sekali lagi mengaamini ucapan Andri.
            Remi menggeleng lemah.
            Mata Andri memerah membara, Andri sebenarnya gemas dengan sahabatnya ini. Ingin ia remas remas wajah Remi hingga berbentuk seperti adonan perkedel. Andri sejurusnya akan mengomel, seakan aka nada peternakan omelan dimulutnya.
            “ Eh tikoes kamoe itoe ja dasar katjoeng kheparat shealan, indak tahoe di oentoeng, saya kashean melihat eloe orang meratap matjam badak tak dapat jatah kawin ! Soeram soeram !! hidoep masih pandjang !! djangan eloe orang matjam maoe mati besok, merenoeng teroes “
            Andri jika sedang mengomel, ucapan artikulasi katanya menjadi tidak jelas,seperti ejaan jaman Belanda.
            Remi menanggapinya bagai angin lalu,lalu membenankan wajahnya kedalam dekapan tangan. Tak mengindahkan omelan sahabatnya. Siswa lain mulai rebut tunggang langgang. Ridwan hanya mengelus elus punggung Rumi. Prihatin.
            “ Duasaar baboe shealan,omongan saya indak kamoe indahkan. Duasar Kepppaarrrr…!! “ Sebelum Andri menyelesaikan kata omelan terakhirnya. Bu Maryam, guru bahasa Indonesia sudah menjawil telinganya lalu memutarnya hingga merah.
            “ Keparrr apa Dri ? keparr apa ? “ Bu Maryam menahan nafasnya.
            “ Aduhh, aduhh bu maksud saya itu buu, anu bu anu.. ? “
            “ Ada apa dengan anu mu ? hah kondri ? “
            “ Anu bu, anu, Keparut bu “
            “ Oh anu kamu keparut toh ? “ Jeweran itu semakin memutar lebih gila. Merah padam.
            “ Tidak bu, tidak.Ampuun bu “
            “Kamu berdiri didepan kelas, satu kakimu diangkat,dan tangan kirimu menutup mulutmu. Biar mulutmu tahu, kalau mulutmu sama kotornya dengan tangan kirimu “
            Alhasil selama dua jam pelajaran Andri berdiri didepan kelas, ditertawai seluruh  majelis kelas. Andri merengut dan mengutuki Remi dalam hatinya. Remi masih bergelut dengan tatapan kosongnya.
            Setelah kejadian dua jam pelajaran itu Andri murka pada Remi, kali ini bukan dengan aksi mengomel tetapi dengan aksi bisu. Sudi Andri menasehati sahabatnya itu. Remi tak peduli soal itu baginya dunia jadi lebih tentram dan damai, tak ada omelan yang memperkeruh suasana suram hatinya. Dera lonceng pulang berbunyi lalu disambut dengan riuh sorak siswa dan hirukpikuk membenahi ini itu, membenahi buku, dan meja. Dessi meneriaki siswa yang mendapat jadwal piket dan berniat hendak kabur. Tidak ada yang bisa lolos dari cengkraman teriakan Dessi. Berisik, seakan akan sejak lahir sudah menelan TOA Masjid.
            Remi berjalan lungai, sepertinya berjalanpun tanpa niat ikhlas.Ia mengunjungi nirwana kecilnya di sekolah ini. Perpustakaan yang selalu sepi karena minim peminat baca. Ia menghamipiri rak yang berlabelkan “ NOVEL “ . Diambil sebuah novel dengan nama penulis yang sudah mendapat berbagai penghargaan kesusastraan nasional maupun Internasional. Saat ia menoleh ada seseorang yang sangat asing bagi nirwana kecilnya ini. Remi hafal semua orang yang biasa mengunjungi perpustakaan ini, tetapi ini benar benar asing. Ia seperti kebingungan memilih novel mana yang hendak ia pinjam. Remi tiba tiba menegurnya untuk menawarkan bantuan. Ucapan itupun tiba tiba keluar tanpa Remi sadar.
            “Mau cari novel yang seperti apa ? “
“ Eh ? “ Seseorang itu terkejut. “ Eh kak? Enggak aku cari Novel yang bagus buat dipinjam, tapi bingung mau yang mana “ Seseorang itu tersenyum. Matanya dalam dan sinar matanya tulus.
Remi menarik sebuah buku dari rak. Remi seakan akan sudah tahu setiapletak buku. Diambil sebuah buku dengan namapenulis yang tak terkenal, tapi sangat berkesan bagi Remi.
“ Nirwana mungil ?? “
Remi mengangguk
“ Yaudah kayaknya ini seru ,makasih ya Kak Remi “
“ Iya samasama,kok kamu tahu nama saya ? “
“ Tentu tau, oh ya sampe lupa, nama aku Adriana. Kelas XI IPA 1, yaudah ya kak makasih kayaknya perpusnya udah mau tutup, bye  “
            Remi termangu, lalu tersenyum.Mendung diwajahnya seakan akan sudah pudar kini. Rambut yang ikal tergerai itu seakan akan telah meyapu segala kesedihannya. Remi kembali ‘hidup’.
            Pagi Rabu itu berkabut, satu sekolah ini seakan akan lenyap dikungkung kabut membusa. Remi terlihat lebih segar dan tidak ada satu awan hitam menggelayut disana. Remi duduk dan tersenyum senyum sendiri.Andri yang kemarin memasang aksi bisu kini sontak kaget melihat sahabatnya senyum senyum sendiri, Ridwan panik dan mengusap ngusap punggung Rumi tetapi dengan frequensi yang lebih pelan. Miris hati Ridwan.
            “ Aduh Dri gawat, sahabat kita sudah ketiban gila memakan pedih dan hati, cinta membunuh jiwanya Dri “ Ridwan berkata dengan lirih. Andri menatap sedih dan temangu.
            “ Kamu tuh le,le kemarin saya dihukum gara gara kamuitu tak berarti apaapa,kini kamu dihukum cintamu sendiri, sadarlah,sadar “ Satu butir air matamuncul dari sudut matanya. Wajahnya yang garang da keeling itu dihiasi air mata pilu. Ridwan mengusap punggung Andri. Rumi mengeluarkan sapu tangan putih yang kini terlihat lecek karena terlalu sering dipakai mengelap keringat pada pelajaraan olahraga. Remi tersenyum.
            “ Jangan lebay Tuan paruh ayam, hidup itu berlanjut ! “ Remi tersenyum lepas.
            Ridwan dan Andri terkejut melihat kini sahabatnya bicara setelah lama membisu.
            “ Demi sempak Neptunus yang suci ! Dengar dia bicara, kembali jadi si Remi yang sok bijak “ Andri menyusut ingus dan air matanya lalu mengacak ngacak rambut Remi. Ridwan memeluk keduanya. Sesuatu yang hilang telah kembali. Lama kelamaan kabut menipis,temperature menjadi sedikit suam suam. Remi, Ridwan, dan Andri nongkrong dikantin. Andri dengan gorengan penuh kolestrol, Ridwan dan Nasi goreng dibanjur bumbu siomay,Sedangkan Remi dengan jus belimbingnya. Remi sudah lama tak menikmati suasana seperti ini.
            “ Ada ilham apa yang membuatmu tobat nak “ Ucap Ridwan sembari mengunyah nasi gorengnya. Pilihan katanya seperti pastur gereja HKBP di stasiun TV swasta saban Ahad.
            “ Obat pilu sakit karena cinta adalah jatuh cinta kembali “ Ujar Remi filosofis.
            “ Jadi kau tuh jatuh cinta pada siapa hah “ Timpal Andi seraya menguyah gorenganya, sejurusnya Andri tersedak dan bersin. Potongan kecilgorengan muncrat dari hidungnya. Rongga hidungnya terasa pedas dan berminyak. “ Sialan “ Umpat Andri.
            “ Kalian tahu Adriana ? matanya dalam, hidungnya mancung, alis yang terukir sempurna, walau tidak tinggi tetapi proposional untuk ukuran Asia, lesung pipi, dan…. “
            “ Hitam ! “ Tambah Andri berapi api.
            Satu tamparan kecil mendarat dipipinya, pemilik tamparan itu Remi. Andri mengerjap ngerjapkarena tamparan itu tempias ke biji matanya yang kini melotot.
            “ SEMBARANGA SAMPEYAN ! Adriana itu bukan hitam tetapi coklat dan agak terpanggang tetapi manis bah ! “
            “ Oh anak Takwondo itu , aku kenal, bukannya pernah satu eskul kau Dri “
            “ Kalian tahu ??!! “ Sambar Remi antusias.
            Kedua sahabatnya mengangguk bersamaan. Satu tatapan ancaman dihunuskan Remi.
            “ Kalian pernah berjanji mau comblangin saya, saya mau minta didekatkan “
            Keduanya mengangguk.
            “ Gimana kalo kau mengikuti Eskul Takwondo, biar dekat “
            “ That its good idea ! “
            Remi menghabiskan Jus belimbingnya, lalu tersenyum lama. Adriana lewat didepan wajahnya. Tiba tiba Andri yang jahil berteriak memanggil Adriana.
            “ Adriana !!! “ Adriana menoleh kearah empunya suara.
            “ Iya kak Jasun? “
            “  kata Remi I love you “
            Satu tamparan telak mengenai pipi kiri Andri. Pipi itu semakin rata saja karena sering kena tempeleng. Adriana melengos dengan wajah datar. Andri tertawa terbahak bahak . Ridwan memecah suasana dengan  Tanya.
            “ Dri kok nama kau dipanggil Jasun ? “
            “ Itu singkatan JAwa-SUNda “
            Setelah itu nama Andri diganti secara aklamasi oleh penulis dan kedua sahabatnya menjadi Jasun.
            Ada jantung yang berdegub saat itu.
           
            Esoknya Remi mendaftar menjadi anggota Takwondo diantar oleh Jasun yang kebetulan ketua eskulnya adalah teman Jasun. Remi tersenyum sumringah.
            “ Jo kau bias latihan hari sabtu, kebetulan bareng dengan eskul saya. Basket “
            “ Kok nama saya jadi JO sih “
            “ Itu kependekan dari JOmblo “
            “ Kuampreet dasar “

            Hari Sabtu pun tiba. Remi menggunakan training sekolah yang desaign-nya pasaran, menggunakan kaos putih dengan gambar caleg yang tidak menang pemilu. Lambang partainya sudah pudar,lebih mirip gambar pohon beringin yang gugur daunnya. Tak ayal mengundang pertanyaan sabem takwondo.
            “ Kamu mau kampanye ? “ Tanya pelatih dengan tanda Tanya besar munculdikening lebarnya.
            “Maaf bem, soalnya saya gak punya baju kaos putih yang bersih, tinggal ini bem “
            “ Jangan panggil Be,kedengarannya aneh,panggil saja Kak Eno “
            “ Baik bem Eno “
            “ Ka Eno “ Eno meluruskannya lagi.
            Latihan dimulai dengan mengelilingi lapangan enam putaran, diputaran ketiga Remi sudah terenga engah seperti Dobberman gaek yang kehabisan nafas sedangkan Adriana masih bersemangat, sekali kali saat melintas Adriana melempar senyum. Semangat Remi membara kembali. Latihan pertama Remi menjelma menjadi samsak hidup, sebenarnya memegang box target akan tetapi tendangan mereka sangat kencang sehingga kerasnya tendangan itu merambat dari samsak ketubuh Remi. Redam rasanya.
            Saat istirahat minum,tiba tiba Adriana menghampiri.
            “ Gak nyangka kaka ikut eskul ini “
            I Do because of you
            “ Iya, itung olahraga, gelambir kaka udah merembes kemana-mana “ Sejujurnya Remi menajdi terlihat kurus sejak kejadian empat bulan lalu.
            “ Hahahaha,Oh ya novel yang kaka pilihin itu bagus banget, seorang remaja yang patah hati lalu mengembara membelah samudra dan benua, dan kembali saat dewasa dan akhirnya menikah dengan wanita yang membuatnya patah hati “
            “ Memang itu salah satu yang berkesan “
            “ Nama penulisnya aneh,cumin pake letter ‘R’ doing “
            Remi hanya tersenyum tipis.
            Pengorbanan menjadi samsak itu tidak sia-sia. Remi mendapat kontak Hp, dan social medianya.
            Hari hari terus bergulir, tak terasa sudah satu bulan, dan satu bulan juga ia menjadi samsak hidup. Kantin ramai betul siang ini. Jus belimbing ditangan Remi masih setengahnya.
            “ Gimana perkembangan dengan si Adriana itu “ Andri melempar Tanya.
            “ Semoga hubungan kalian menjadi lebih erat tetapi tidak akan seerat kasih Tuhan pada mahluknya “ Ridwan menambahkan.
            “ Lancar bagai jalan TOL boss “
            Tiba tiba mantan Remi lewat dihadapannya,Remi tersenyumdan melambaikan tangan. Mantan Remi gelagapan lalu ragu ragu mendekati kearah Remi. Remi bangkit menghampirinya. Menghampiri seseorang dibelakang mantannya. Adriana, Remi hendak menyambut Adriana. Remi lewat begitu saja tak mengindahkan mantannya, Erika gelagapan menahan malu,seakan rasa malu satu dunia dibebankan ke Erika, Erika menghambur pergi.
           
            Tibalah perhelatan rencana itu akan dilaksanakan. Sebelumnya tiga sahabatnya itu berdiskusi panjang lebar, tentang mencari cara bagaimana menyampaikan perasaan Remi dengan tepat, benar, tertib, jitu, dan berkesan.
            “ Bagaimana kita buat tulisan dikertas, terus setiap anak kelas bawa itu ke kelasnya sambil nyanyi-nyanyi lalu kau tembak sambilkasih bunga mawar. Romantis abis ! “ Usul Jasun.
            “ Enggak, itu lebay,sudah lebay ditolak pula nantinya ! “ Remi menolak.
            “ Kamu kasih surat saja, ungkapkan segenap perasaanmu dalam goresan tinta,kau kan jago buat kata kata “
            “ Kita bukan hidup dijaman dulu sudah modern sekarang, ada HP  ! “
            “ Pakai HP gak keliatan jantan Jo “
            Remi diam tak berkata. Buntu.
Terkadang sesuatu scenario yang tidak direncanakan lebih indah, karena itu scenario yang dibuat Tuhan secara langsung.

            Sore itu selepas bell pulang, Remi mampir di nirwana edisi mini-nya. Tak sengaja ia bertemu Adriana. Adriana yang rambut ikalnya tergerai dan ditimpa cahaya kekuningan mentari yang membias lewat jendela perpustakaan. Ia bagaikan bermandikan cahaya mentari yang sebentar lagi hendak tumbang keperaduan.
            “ Adriana ? “
            Adriana menoleh, matanya beradu lama. Dua detak ajntung yang berdenyut bersamaan.
            “ Kak Remi “
            Hening yang damai membanjiri mereka, tercipta denging bisu yang indah diantara lengangnya perpustakaan.
            Tiba tiba dua tangan itu mengambil novel yang sama bersamaan, dua tangan itu sama sama mengurungkan niatnya. Tiba tiba Remi membuka suara.
            “ Kamu liat deh, kejendela “
            Adriana mengedarkan pandang kearah jendela perpustakaan.
            “ Liat dedaunan padi itu berwarna emas kena tempias sinar mentari, awannya pun bergumpal berwarna tembaga dan bergerak seperti pecah meledak, awan itu terlihat berdetak kencang “ Berdetak kencang.
            Satu kata meluncur jadi ending pembicaraan Remi.
            “ Ik hou van je “
            Satu kata lirih, berbisik membalas.
            “ Ik hou van je ook “
            Degub jantung Remi berhenti berdetak. Suara Adriana menghidupkan degub jantungya kembali.
            “ Kalo kaka serius kaka datang kerumah aku, tepat hari minggu pukul empat sore “
            Adriana meninggalkan Remi yang masih bengong memandang awan yang kini cenderung berwarna jingga. Secarik kertas berisikan alamat ditinggalkan Adriana, diatas novel Remi yang tersimpan di rak.

            Tiba juga hari Minggu itu.
Sebelumnya Remi dan Ridwan mencari kedaerah pecinaan Surya kencana Bogor untuk membeli setangkai mawar merah darah. Ia beli lima tangkai, lima puluh ribu tabungannya kandas ditangan penjual bunga Bapak-bapak berkumis yang alot ditawar, bukannya Remi tidak bisa membeli kepedagang lain akan tetapi Remi membeli ketika hari menejelang malam, tinggal si Bapak berkumis itu yang masih setia berjualan didepan emperan toko obat cina.
            Remi menggunakan kemeja kerah putih, sweeter crewneck hitam, jeans belel kebanggaannya. Semakin belel semakin berjiwa jeans-nya. Deodoran dioleskan banyak banyak seperti member selai pada roti. Diakan dibiarkan suasana penting ini rusak akrena bau aneh menyengat, walau sebenarnya Remi tak punya riwayat bau ketek.
            Sial tak dapat dinyana, motornya dipakai kakaknya bekerja, yang satu lagi motornya sudah satu minggu ngadat tak mau jalan. Jam sudah menunjukan pukul setengah tiga sore. Tinggal satu jam setengah lagi. Tak boleh telat !
            Terpaksa ia naik ojeg, berhubung tukang ojeg yang ia tumpangi adalah Bang Togar yang keponya minta ampun, bawel, kepingin tahu tetek bengek apapun. Remi menyumpal telinganya dengan earphone berharap bang Togar maklum bila ia mengajak ngobrol akan berakhir menjadi kambing medan congek. Sial kedua tak bisa ditolak, hujan turun. Waktu sekitar emapt puluh lima menit. Motor bang Togar mogok,takmau distarter, tak mau diselah ( dihidupkan menggunakan kaki ), hanya satu cara lain yakni digajlug. Remi mengambil ancang ancang lalu mendorong motor Bang Togar dengan sekuat tenaga, sejurusnya bang Togar memasukan roda gigi. Bimsalabin Motor itu kembali menyala.
Waktu tersisa empat menit lagi.
Dicari urutan nomer rumah ke-30. Tak ditemukan jua. Remi loncat dari motor bang Togar. Earphone Remi terlepas dari tempatnya menyumpal saking buru-burunya terdengar suara keresek kreseklagu Bang Haji Rhoma Irama- Mirasantika. Kutakmautakmautakmautak.. Kutakmau tak.
            Remi berlari dan akhirnya menemukan sebuah rumah bertingkat. Remi mengetuk rumah itu, Adriana melihat seseorang yang ia tunggui dari balkon kamarnya. Pintu ukiran jati itu terbuka.
            “ Adriana ..??!! “ Ucap Remi sumringah, tak sadar tubuhnya basah kuyup.
            “Kak, kaka tepat waktu sekarang tepat pukul empat “
            Tanpa banyak ba-bi-bu Remi berlutut. Tempias hujan memutuska urat malunya dan rasa gengsi lebaynya. Bang Togar manut manut dan menebak nebak apa yang terjadi dengan Remi langganannya itu. Lumayan ada bahan Tanya Tanya bah !
            “ Adriana, saya telah mengenalmu selama satu bulan lebih delapan hari, 21 jam dan saya gak peduli sesingkat waktu tersebut untuk mengenalmu tetapi hati saya berkata seakan akan kita sudah bertemu dikehidupan lain dan mengenal sangat lama. Entah kamu yang bisa membuat hening yang indah, dan bisu yang tentram bagi saya, saya tak pernah se-eksplosif ini. Adriana izinkan saya membuatmu, dan izinkan dirimu membuat seakan akan kita jatuh cinta baru kemarin,dan SEAKAN AKAN AKU TIDAK AKAN PERNAH DIIZINKAN OLEH TUHAN UNTUK MENCINTAI LAGI BESOK “
            Adriana tersipu hebat, Remi sebenarnya yan pertamabaginya.
            “ Baiklah, iya “
            “Iya apa ?” Tanya Remi berdebar.
            “ Ik hou van je ook “
            Satu juta bahagia buncah dalam dada Remi. Butiran hujan yang jatuh berdebum ketanah dan menjemput kehidupan bagi benih benih yang tenggelam dirahim bumi bagaikan alunan nyanyian suka cita.
            “ kak mau masukdulu gak ?”
            “ Gak usah, baju kaka basah, kaka gak sabar buat dating hari senin “
            “ Bukannya kaka benci hari senin ? “
            “ Kok tahu ? “
            “ Dari Novel semesta mungil”
            “ You so mysterious “
            “ Kakak yang misterius, Novel itu kaka yang nuliskan ? pas kaka datang, pas aku selesai baca dan lihat tentang penulisnya disitu ada foto kaka berserta identitas kaka. Huh dasar “
            Adriana mengusap wajah Remi yang basah terkena air hujan. Remi bersumpah tak akan mandi satu minggu agar usapan tangan Adriana tetap menempel.
            “ Nih buat kamu” Remi menyodorkan bunga mawar.
            “ Hahahaha, aku alergi bunga “
            Remi tersenyum,lalu berpamitan pulang.
            Bang Togar sedari tadi bertanya ini itu tentang apa yang terjadi, Remi menjawab dengan senyuman yang halus. Akhirnya bang Togar menyerah untuk bertanya lagi.
            “ Semuanya dua puluh ribu bah ! “
            Remi merogoh dompet, sial! Uangnya ludes dipakai membeli bunga mawar ini.
            “ Bang nih bunga mawar sebagai jaminan, atau kasih sama istri abang saja jadi lunas, aku lupa bawa duit abng hehehe “
            “ Macam pula kau bocah ! kau tak tahu awak baru cerai dengan si icih itu hah ! “
            “ Nah abang bisa pake buat cari istri lagi “
            “ Halah, boleh lah, dasar kau kere “
            Motor bang Togar melaju, lima meter kemudian mogok. Akhirnya Remi mendorong motor bang Togar untuk digujleg. Motor bang Togar menghadiahi tempias asap hitam pekat diwajah Remi.

Cerpen kedua yang di print out oleh Tommy Renaldie.
23 Maret 2015

Ditulis diwarnet yang banyak bencong

Comments

Popular posts from this blog

Sobirin yang jatuh cinta

Dipersembahkan untuk seseorang yang nun jauh disana, dibalik gunung, yang suka tahu bulat dan Kawanku yang bernama M.H. Sobirin Diatas balkon lantai dua. Pukul dua belas malam. Angin dingin yang rasanya merobek kulit, melumatkan daging, dan menggigit tulang. Angin itu merasuk kedalam tubuh yang ringkih – tubuh yang kurang gizi karena kebanyakan makan beras murah, satu tingkat diatas beras berkutu, satu tingkat diatas beras raskin Bulog. Manusia malang itu masih saja memeluk lutut. Lagu Lonely dari Christina perri terdendang dari handphone made in china itu, terkadang terdengar suara distraksi yang kemrosok jika sampai pada nada yang tinggi. Kemejanya berkibar terkena angin malam.             Matanya yang polos itu, yang terlihat botak seperti tak punya alis mata menatap kosong kearah lalu lalang kendaraan di jalan A.H. Nasution. Kelebat lampu kendaraan, suara klakson, dan teriakan sopir, debu-debu semuanya seperti bergerak dalam hening dan lambat. Hati pengamat itu sedan

Cerpen : Gebetan Syariah

Malam ini gue jalan sama gebetan. Gue mau jalan sama Dita, kita beda sekolahan jadi sering kangen kangen gitu karena kita jarang ketemu. Gue udah mandi dan duduk didepan cermin dengan tatapan memuja, sambil bilang “ Kamu ganteng, kamu ganteng “ Dan manyunin bibir biar keliatan imut. Nyokap buka pintu dan liat gue merancau sendiri ngomong “kamu ganteng “, bibir monyong didepan cermin, dimana keadaan gue cuman pake handuk doang karena abis mandi. Gue membeku, nyokap menatap gue dengan tatapan nanar lalu menaruh deodorant roll di meja gue lalu pergi tanpa suara.             Gue ambil deodorant itu dan gue olesin diketiak gue, kaos warna item gue pilih buat menyamarkan gelambir yang udah berundak undak, gue pake celana jeans belel. Pas nyisir rambut entah kenapa ketek gue terasa terbakar. Pedes. Gue meringis lalu berteriak kalap keluar kamar. Gue buka baju didepan bokap yang lagi nonton tivi dan gue pajang ketek gue didepan kipas angin yang menyala. Masih pedes, gue berlari kearah dap