Skip to main content

Puisi : Catatan buruk lalu

Satu ulasan tentang catatan buruk lalu
Hanya catatan tidak lebih

Telah kubinasakan dua sudut nirwanaku dalam otakku
Dua titik pusat yang menyedot semua sadar
Telah kubakar dua kahyangan dan kini telah hilang
Jadi abu dan debu

Seperti kabut lembah yang sirna kena tempias cahaya
Seperti itulah kubakar sisa sisa dongeng kelam tentang dua putri entah dari mana
Seperti pujangga yang terkutuk ditengah malam yang kian bisu
Aku duduk meratapi nisan keparatku

Tanah merah yang tuli jadi penguburan cerita
Tanah merah metaforik khayalan, imaji, dan tinta torehanku
Tanah merah hibah sengsara
Mulai dari duka perdana
Hingga jutaan jerih selanjutnya
Merayap darahku membawa jeri dan ngeri

Telah koyak harapanku
Maka lebih baik kubunuh saja sekalian
Hingga aku tak ingat bahwa itu pernah ada
Lihatlah senyum dan derai tawamu
Aku pun ingin senaif itu
Lihatlah rasi bintang yang menyala
Bertabur indah dalam kelam dan heningnya semesta
Lihatlah diriku yang  membisu
Tergugu diam dalam ramainya sorak sejuta mata

Akhirnya lumat juga bayang bayangmu
Tandas juga kebencianku
Ranggas pula cintaku
Biarkan aku jatuh damai bagai tetes hujan dari rahim awan

Meninju dan menyerap kedalam Tanah merah metaforikku

Comments

Popular posts from this blog

Sobirin yang jatuh cinta

Dipersembahkan untuk seseorang yang nun jauh disana, dibalik gunung, yang suka tahu bulat dan Kawanku yang bernama M.H. Sobirin Diatas balkon lantai dua. Pukul dua belas malam. Angin dingin yang rasanya merobek kulit, melumatkan daging, dan menggigit tulang. Angin itu merasuk kedalam tubuh yang ringkih – tubuh yang kurang gizi karena kebanyakan makan beras murah, satu tingkat diatas beras berkutu, satu tingkat diatas beras raskin Bulog. Manusia malang itu masih saja memeluk lutut. Lagu Lonely dari Christina perri terdendang dari handphone made in china itu, terkadang terdengar suara distraksi yang kemrosok jika sampai pada nada yang tinggi. Kemejanya berkibar terkena angin malam.             Matanya yang polos itu, yang terlihat botak seperti tak punya alis mata menatap kosong kearah lalu lalang kendaraan di jalan A.H. Nasution. Kelebat lampu kendaraan, suara klakson, dan teriakan sopir, debu-debu semuanya seperti bergerak dalam hening dan lambat. Hati pengamat itu sedan

Cerpen : Gebetan Syariah

Malam ini gue jalan sama gebetan. Gue mau jalan sama Dita, kita beda sekolahan jadi sering kangen kangen gitu karena kita jarang ketemu. Gue udah mandi dan duduk didepan cermin dengan tatapan memuja, sambil bilang “ Kamu ganteng, kamu ganteng “ Dan manyunin bibir biar keliatan imut. Nyokap buka pintu dan liat gue merancau sendiri ngomong “kamu ganteng “, bibir monyong didepan cermin, dimana keadaan gue cuman pake handuk doang karena abis mandi. Gue membeku, nyokap menatap gue dengan tatapan nanar lalu menaruh deodorant roll di meja gue lalu pergi tanpa suara.             Gue ambil deodorant itu dan gue olesin diketiak gue, kaos warna item gue pilih buat menyamarkan gelambir yang udah berundak undak, gue pake celana jeans belel. Pas nyisir rambut entah kenapa ketek gue terasa terbakar. Pedes. Gue meringis lalu berteriak kalap keluar kamar. Gue buka baju didepan bokap yang lagi nonton tivi dan gue pajang ketek gue didepan kipas angin yang menyala. Masih pedes, gue berlari kearah dap