Skip to main content

Kisah Putri Adelia Ksatria pembuat roti dari Tanah tersudut

Aku lihat  kilatan  mata  Adelia  yang  hitam dan  dalam.  Dalam  begitu  dalam. Senyumnya …  Aku  tidak  ingat  lagi  apa yang terjadi.
Awan mengumpal dan menyelimuti Tanah yang tersudut dibawah lembah ini. Cahaya matahari tidak pernah bisa menusuk gumpalan kabut. Tanah kami yang indah dan permai ini tak pernah dicumbui matahari. Istana sang raja bersembunyi ditengah savanna, dikungkung oleh genangan danau tempat bersarang buaya raksasa.
Sang raja mempunyai seorang putrid yang sangat manis. Matanya dalam, hidungnya bagaikan tebing bangir sempurna, kulitnya coklat tidak seperti penduduk kebanyakan yang pucat seperti tepung. Senyumanya seperti memanggil malaikat maut. Jantungku seperti berhenti berdetak saat pertama melihatnya. Datang ketika kereta kudanya melingkari seluruh kota, wajahnya yang manis bagaikan gulali orang Alberian mendongkak dari kereta kuda. Begitu manis.
Aku bekerja dan tinggal di toko kue milik Pamanku. Paman Gilbert. Aku sudah yatim – piatu sejak usia 5 tahun lalu Paman Gilberth menjemputku ke Woodenlack dari Tanah tersudut dengan 5 hari perjalanan. Aku ingat Ayahku tewas dibunuh oleh para perampok setelah pulang berdagang dari Benua seberang. Darah Ayah menyepuh salju, Ibu menyusul delapan belas hari kemudian karena uang untuk membeli obat itu dirampok. Paman Gilberth adalah adik terkecil Ayah, walau Ayah tidak dekat dengan Paman. Paman Gilberth adalah satu satunya yang peduli pada nasibku.
Roti Croissant sudah mekar setelah lama dibakar ditungku tua itu. Aromanya menguar hingga keluar, sampai sampai para penduduk yang kebetulan melintas diam sejenak lalu memejamkan mata sambil menghirup aroma roti buatanku. Mereka berlalu sambil berkata “ Bukan main aromanya “
Paman Gilberth dan Bibi Joana tidak mempunyai anak, setelah empat puluh lima tahun menikah. Gereja Santo Xaverus di alun alun kota menjadi saksinya. Paman Gilberth tidak pernah mengungkit masalah itu dan bibi Joana tidak pernah merasa cintanya paman berkurang. Selalu sama seperti mereka dipertemukan dulu.
Kabut masih tetap membungkus Tanah tersudut ini.
Setelah semua pekerjaan rapi, kutanggalkan celemek hitam yang melingkari badanku. Kuambil coat hitamku lalu sekenanya bercermin. Cermin ini sudah retak melintang, wajahku terlihat belah. Bibi Joana tersenyum menghampiriku.
“ Tom, anakku ternyata kau sudah tumbuh menjadi seorang pemuda, Oh Tuhan lihat jakunmu naik turun ketika berbicara haha “ Bibi Joana tersenyum sambil menepuk pundakku. Bibi sudah menganggap aku adalah bagian darah dagingnya.
Aku tersenyum lalu mencium kening bibi.
“ Aku hendak ke Gereja di alun alun Bibi Jo. “
“ Sampaikan salamku pada Pastor Valentine, dan bawakan beberapa roti Blueberry, Valentine sangat menyukai roti itu “ Matanya menatap menara istana yang terlihat dari kamarku dilantai dua.
“ Tentu Bibi Jo “
Kukenakan syal hitamku lalu bergegas lantai bawah untuk mengambil roti Blueberry titipan bibi Joana. ( Toko berada dilantai bawah )
“ Mau kemana kau Tom, kau terlihat tampan sekali dan buru buru “
“ Gereja paman “
“ Minum kopi ini anakku, ini akan membuatmu lebih baik kabut diluar tebal sekali “
Cerek kopi selalu bertengger diatas meja kasir. Tidak kurang satu liter kopi dikonsumsi paman setiap hari.
Aku menggeleng
“ Paman aku meminjam sepedamu paman !! “ Aku berseru panjang
“ APAPUN ANAK MUDA !!! “
Kusambar sepeda karatan milik Paman yang selalu khidmat terparkir didepan toko. Kukayuh dengan semangat. Aku ingin berdoa dihari minggu ini. Para penduduk kota begitu ramah, mereka selalu menyapaku dengan panggilan ‘ Tom si kutu tungku ‘ . Aku hanya tersenyum mendengar panggilan itu, mereka pun tersenyum setiap merafalkan namaku.
Lonceng Gereja berdera sebanyak 9 kali. Sekawan merpati berhamburan terbang karena kaget dengan suara dentang lonceng. Pastor Valentine sendiri pasti yang naik ke menara itu.
Gereja ini dibangun oleh seorang missionaries dan penginjil bernama Santo Xaverus yang berasal dari Daratan seberang. Santo Xaverus menjelajah dengan menumpang bersama para pelaut yang hendak mencari benua baru, ia menyusuri pelabuan, kota penuh peradaban modern, menyusuri lembah, menjejaki bukit hingga sampai di Tanah tersudut ini. Penduduk Tanah tersudut ini dulunya adalah penyembah paganism lalu Santo Xaverus datang menyebarkan ajaran injil. Mereka mengikuti ajaran Santo Xaverus lalu membangun gereja tua ini. Gereja yang sudah berusia 187 tahun. Makam Santo Xaverus terletak dibelakang gereja dan selalu diziarahi setiap tahun oleh penduduk kota.
Kubuka pintu gereja ini. Pintu ini berasal dari kayu Oak. Pastor Valentine sudah berada di altar dan memandang kearah salib yang terbentang. Ia menggumamkan sebuah Do’a.
“ Berikan aku cinta…. “ Doa sang Pastor berdesis.
Lalu Pastor Valentine melukis salib didadanya dan memutar badannya kearahku. Pastor tersenyum.
“ Anakku Tom, maukah kau menemani pastor tua ini berdoa ? “
Aku mengangguk. Sepertinya seluruh kota menganggapku sebagai anak.
“ Berikanlah kami keberkahan disetiap pagi hingga sore menjelang. Cinta yang menggenapi kami dari surga. Yang tak pernah lekang oleh kefanaan “
“ Aamiin “
Hening memekak dipenjuru gereja.
“ Pastor kau mendapat bingkisan ini dari bibi Jo “
Tangan tuanya meraih bingkisan yang kuberikan. Senyumnya mengambang kembali.
“ Maukah kau menemaniku anakku ? “
“ Dengan senang hati Pastor, tapi aku ingin berdoa dulu “
“ Tentu anakku, aku menunggumu dimenara gereja “ Ia berlalu dengan mengusap pundakku. Rosario ditangan Pastor berguncang seiring langkahnya.
Kupejamkan mataku lalu menegak kearah langit langit gereja.
“ Sepertinya aku jatuh cinta, aku merasakannya disetiap desau angin lembah, disepanjang kabut yang membentangi kota kecil ini wahai Bapa, berikan aku kekuatan untuk mencintainya. Aamiin “
Kulangkahkan kakiku ketangga yang menuju menara.
Menara ini adalah titik tertinggi selain Istana disavana sana. Istana itu ditempati Baginda Raja Alexander dan Ratu Belatrix. Merekalah penguasa penjuru tanah tersudut, mereka raja yang bijak dan baik. Putri mereka membuatku jatuh cinta.
Pastor Valentine menatap lurus kearah istana, tangan tuanya mencengkram batu yang menjadi susunan bangunan ini. Senyumnya mengembang, lalu menoleh tepat padaku.
“ Sepertinya akan ada tamu ke gereja kecil kita “
Aku diam tak mengerti.
“ Hahaha mari anak muda cicipi roti blueberry ini, ini sangat lezat, aku tidak pernah bosan mengunyah ini walau sebenarnya gigi tuaku sudah agak sakit “ Pastor Valentine berkelakar.
Kucomot satu roti blueberry dikeranjang kayu. Mengunyah sambil menatap istana dan bertanya ‘ sedang apakah kau Putri ? ‘
Suara derap kuda terdengar sayup sayup dan terdengar ringkikanya. Pintu gereja berdecit terbuka. Seseorang dengan pedang dipinggang dan jubah yang menumpal raut dan sosoknya.
Pastor yang masih asik mengunyah terdiam. Menyeringai dan menatapku dengan dalam.
“ Apa kataku akan ada tamu datang, tamu untuk tempat ini dan disini “ Pastor menunjuk dadaku tepat dijantung.
Aku diam tak mengerti. Pastor Valentine adalah sosok yang penuh rahasia.
“ Sambutlah tamu kita Tom “
Aku masih tercenung.
“ Apa kau akan membuat tamu kita menunggu lama dan pergi, biarkan pastor tua ini menikmati pemandangan disini “
Aku bergegas menuruni setiap anak tangga.
Jubah itu sudah tergolek dikursi panjang, pintu gereja ditutup oleh bilah kayu yang panjang. Pedang itu masih tetap dipinggangnya.
Ia memejamkan mata dan berdoa dihadapan altar, jari jari tangannya dibuat menjadi jalinan.
“ Tuhan aku merasa sesuatu yang aneh dalam dadaku, aku merindukan seseorang yang entah satu dari seribu warga kota ini. Satu perasaan menyulutku untuk datang ketempat ini. Tunjukan kuasamu. Haleluya “
Aku menghampirinya lalu berlutut hormat dengan wajah tertunduk.
“ Putri Adelia salam hormat dariku “ Jantungku memukul hebat, berontak ingin keluar dari dadaku.
Ia dengan sigap menarik hulu pedangnya. Aku mendongkak. Tatapannya membeku.
“ Berdirilah, jangan perlakukan aku seperti itu “
Aku berdiri menahan peluh dingin yang bermunculan.
“ Kehormatan bagiku putrid “
“ Jangan perlakukan aku seperti itu. Hmm siapa namamu ? “
“ Tom “
“ Adelia “
“ Seluruh kota tahu namamu “
“ anggap saja basa basi “
Ia mengulurkan tangannya megajakku berjabat tangan. Kusambut dengan perjuangan batin setengah mati.
Sejuta petir yang dimuntahkan dari langit seperti menyambarku bersamaan saat kedua kulit kami beradu. Senyumnya mengembang manis seperti adonan roti diberi soda kue. Hatiku seperti berada dalam tungku roti. Mengembang dan panas.
Jabat tangan itu berlangsung lama karena salah satu tangan itu tidak mau ada melepaskan.
Piano hitam tergolek dialtar.
“ Bisa kah kau bermain piano ? “
“ Tentu Putri “
“ Mainkan satu untukku “
Kuhampiri piano hitam ini. Walau sudah berdebu tapi tutsnya masih berjalan dengan baik saat kusentuh.
Not not nada mulai kumainkan, gemanya memantul mantul diseluruh penjuru. Not not itu merambat kelangit langit gereja dan seakan akan menusuk hingga kemenara. Pastor Valentine tersenyum.  Suara indah Adelia menggema menyanyikan sebuah kidung.
I heard there was a secret chord
That David played, and it pleased the lord
But you don't really care for music, do ya?
Well, it goes like this
The fourth, the fifth
The minor fall and the major lift
The baffled king composing hallelujah

Hallelujah
Hallelujah
Hallelujah
Hallelujah

Well, your faith was strong but you needed proof
You saw her bathing on the roof
Her beauty and the moonlight overthrew ya
She tied you to her kitchen chair
And she broke your throne and she cut your hair
And from your lips she drew the hallelujah

Hallelujah
Hallelujah
Hallelujah
Hallelujah

Well maybe there's a God above
But all I've ever learned from love
Was how to shoot somebody who'd out drew ya
And it's not a cry that you hear at night
It's not someone who's seen the light
It's a cold and it's a broken hallelujah

Hallelujah
Hallelujah
Hallelujah
Hallelujah

Hallelujah
Hallelujah
Hallelujah
Hallelujah

Hallelujah
Hallelujah


            Kuda sang Putri meringkik. Bersambung - 

Comments

  1. latar yang bagus tukang tungku, tapi agak aneh kalo belatrix baik dan bijak..

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Sobirin yang jatuh cinta

Dipersembahkan untuk seseorang yang nun jauh disana, dibalik gunung, yang suka tahu bulat dan Kawanku yang bernama M.H. Sobirin Diatas balkon lantai dua. Pukul dua belas malam. Angin dingin yang rasanya merobek kulit, melumatkan daging, dan menggigit tulang. Angin itu merasuk kedalam tubuh yang ringkih – tubuh yang kurang gizi karena kebanyakan makan beras murah, satu tingkat diatas beras berkutu, satu tingkat diatas beras raskin Bulog. Manusia malang itu masih saja memeluk lutut. Lagu Lonely dari Christina perri terdendang dari handphone made in china itu, terkadang terdengar suara distraksi yang kemrosok jika sampai pada nada yang tinggi. Kemejanya berkibar terkena angin malam.             Matanya yang polos itu, yang terlihat botak seperti tak punya alis mata menatap kosong kearah lalu lalang kendaraan di jalan A.H. Nasution. Kelebat lampu kendaraan, suara klakson, dan teriakan sopir, debu-debu semuanya seperti bergerak dalam hening dan lambat. Hati pengamat itu sedan

Cerpen : Gebetan Syariah

Malam ini gue jalan sama gebetan. Gue mau jalan sama Dita, kita beda sekolahan jadi sering kangen kangen gitu karena kita jarang ketemu. Gue udah mandi dan duduk didepan cermin dengan tatapan memuja, sambil bilang “ Kamu ganteng, kamu ganteng “ Dan manyunin bibir biar keliatan imut. Nyokap buka pintu dan liat gue merancau sendiri ngomong “kamu ganteng “, bibir monyong didepan cermin, dimana keadaan gue cuman pake handuk doang karena abis mandi. Gue membeku, nyokap menatap gue dengan tatapan nanar lalu menaruh deodorant roll di meja gue lalu pergi tanpa suara.             Gue ambil deodorant itu dan gue olesin diketiak gue, kaos warna item gue pilih buat menyamarkan gelambir yang udah berundak undak, gue pake celana jeans belel. Pas nyisir rambut entah kenapa ketek gue terasa terbakar. Pedes. Gue meringis lalu berteriak kalap keluar kamar. Gue buka baju didepan bokap yang lagi nonton tivi dan gue pajang ketek gue didepan kipas angin yang menyala. Masih pedes, gue berlari kearah dap